Bismillahirrahmanirrahim
Netbook
tua ini seperti memberikan senyum terindah sewaktu aku mulai memberanikan diri
menyalakannya dari kegelapan berminggu-minggu ini. (dibuat lebay dengan unsur
kesengajaan). Bukannya sombong atau pun ingin melupakannya. Sama sekali bukan
itu alasannya. Libur memang membuat neuron-neuron kemalasanku merangsang pesat
untuk sekadar menuliskan-mengetik lebih tepatnya- kegiatan sehari-hari. Aku
lebih tertarik menekuni dunia baruku. Arsitek modal imajiner. Ya. Setelah
menjalani perkuliahan di kabupaten tetangga jauh itu aku agak risih melihat gubuk
paling istanaku ini.
Jarang
pulang kampung dan terbatasnya waktu yang selama ini kuhadapi akhirnya bisa
terbayar walaupun gak tunai. Aku mengredit desain interior terbaruku itu day by
day. Masih ada beberapa sudut rumah yang masih kusimpan rancangan barunya di
benakku. Mudah-mudahan pas pulang lagi ke gubuk singgah alias kostanku ada
suasana baru di gubuk paling istanaku itu. Kalo lagi beresen rumah itu Cuma
satu keherananku. Rumahku banyak sekali menimbun kertas. Kalo orang lain pada
tak kuasa menahan rayuan debu kalo lagi beres-beres nah kalo di gubuk paling
istanaku kertas-kertas yang merayu-rayu ingin kuenyahkan dengan segera. Sadis
banget bahasaku. Tapi jujur emang aku paling sebel liat tumpukan kertas yang
sengaja disimpan oleh Ayah sehabis beliau mencetaknya.
Secara,
Ayahku paling rajin itu selain kutu buku beliau juga senang banget merangkai materi
pengajiannya dengan paduan katanya sendiri. Tapi kalo udah urusan mencetaknya
pada lembar-lembar yang konon harus dihemat sedemikian rupa dalam rangka
mendukung upaya stop global warming campaign itu Ayahku paling rempong
diomelin. Aku yang sebenarnya lumayan tidak terlalu pendiam ini sudah bosan
rasanya mengingatkan beliau betapa berharganya selembar kertas. Tapi ya
begitulah Ayah kadang bener-bener bisa membuatku tercengang dengan tindak-tanduknya
yang amazing tapi tiba-tiba menjadi sosok paling menyebalkan in other hand.
Back
to topic, walaupun belum sempat membidik foto-foto before-after tapi ya
lumayanlah sekedar berbagi desain dari arsitek bermodal imajiner. Emang kurang
kerasa kalo gak ada beforenya. Tapi, sudahlah, ini juga lumayan. Itung-itung
belajar mengolah si Sony DSC-W630 yang belum genap sepurnama. Danke to Allah
yang mencoret satu asa yang tertulis dan mendeklarasikan bahwa satu impian
telah tercapai. Segini dulu kali yaa. Mungkin, next aku bakal ceritain tentang
ketersipuanku pada ilmu Ayah. Coming soon.
Alhamdulillahirabbil’alamin.
18:05(06Juli2012)
-gubuk
paling istana-
untuk nama yang membuatku 'ada', i love you :*